Negara Bebas Utang dengan Sistem Islam


Oleh: Ana Nurjanah

Ibu Rumah Tangga dan Penulis di Komunitas Rindu Surga

Di tahun 2020, Indonesia tercatat sebagai negara berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah serta memiliki utang luar negeri dengan jumlah fantastis. Di tengah pandemi covid-19, negeri ini justru menambah utang  dengan alasan untuk mengatasi inflasi ekonomi yang mengalami defisit sebagai efek pandemi. Dikutip dari Republika,jumlah utang tersebut sebesar 6000 Triliun per Oktober tahun 2020.
Betulkah untuk mengatasi krisis keuangan harus dengan cara terus berutang ke negara lain? Menteri Keuangan sebagai eksekutor harusnya dapat mengambil tindakan yang tepat serta bijak.

Mengambil langkah untuk mengatasi masalah ekonomi di sini semestinya tidak melulu harus mengucurkan dana dari pinjaman, karena semua ini tentunya harus dibayar dengan bunga yang tinggi, padahal utang yang lama pun belum terselesaikan. Bank Indonesia mengumumkan, pada bulan Oktober 2020 terdapat penambahan jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar RP 5,828,94 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan bulan September yang berada di kisaran US$ 408,5.  Dilansir dari www.vivanews.co.id (24/12/2020), data terakhir di bulan November  2020 tercatat Rp 5,910,64 Triliun. Hal ini akan sangat menambah beban keuangan negara bila pengelolaan APBN selalu bergantung pada utang luar negeri.

Peran Kementerian Keuangan harusnya bisa lebih maksimal lagi, mengupayakan pendapatan dari sumber lain untuk mengelola keuangan negara untuk keperluan pembangunan dan untuk pemulihan kondisi perekonomian masyarakat. Sistem ekonomi kapitalis yang digunakan negara kita menjadikan utang atau meminjam untuk pemenuhan kebutuhan dianggap hal yang wajar, sehingga akhirnya jumlahnya membengkak tak terkendali dan rakyatlah yang kemudian menjadi korban. 

Pandangan Islam tentang Utang
Utang ada yang diperbolehkan ada juga yang tidak, dengan persyaratan tidak disertai riba, karena akad utang  riba itu bathil dan jelas haram sebagaimana dalam QS. Al_ Baqarah ayat 275: "Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

Selain itu, utang yang diperoleh dengan cara melanggar hukum syara juga tidak diperbolehkan, seperti menyerahkan penguasaan hak milik umum tertentu  kepada pemberi utang.

Jika sah secara syar'i utang piutang diperbolehkan, namun bila tidak sah maka tidak diperbolehkan dan tetap wajib dibayar. Dengan catatan bila ada riba atau syarat lainnya yang bertentangan dengan syariat Islam maka harus dibatalkan, sehingga yang wajib dikembalikan hanya pokoknya saja.

Allah telah mewajibkan kepada tiap individu untuk  selalu terikat pada syariat Islam saat melakukan transaksi atau akad baik dengan sesama muslim maupun negeri kafir.

Berbeda dengan Sistem Kapitalis,  dalam sistem Islam atau Khilafah dalam mengurus kebutuhan masyarakat agar terhindar dari utang. Khilafah mempunyai Bayt al-Mal yang merupakan institusi khusus dalam menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya pada rakyat.

Kebijakan negara Khilafah terbukti kuat dan mandiri tanpa utang. Sebab, utang adalah penjajahan gaya baru negara besar atas negara lain. Artinya, ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan negara. Demikianlah pendapatan dan distribusi kekayaan yang rinci, menjadikan negara mampu mensejahterakan rakyat, baik muslim maupun nonmuslim selama lebih 13 abad.

Indonesia menganut sistem ekonomi kapitalis sehingga utang yang sarat dengan riba sangat berperan untuk memulai usaha baru atau untuk mengembangkan perusahaan yang justru tanpa sadar jerat utang riba ini akan membawa pada kehancuran tatanan perekonomian suatu negara. 

Sudah saatnyalah umat Islam beralih dari sistem  kapitalisme dengan sistem Islam, agar mendapat keberkahan Allah SWT.

Wallahu A'lam bishowwab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel