Sekolah Membiasakan Hijab, Dianggap Perundungan?

Ilustrasi anak SD berhijab (ANTARA)

Seorang siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, diduga mengalami depresi diduga karena dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab. Peristiwa tersebut terjadi pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). (Kumparan News 31/7/22). Siswi tersebut disebut nyaman-nyaman saja saat mengikuti MPLS, namun pada tanggal 19 Juli 2022 siswa tersebut dipanggil oleh guru BK (Bimbingan dan Konseling). 

Diduga pada saat itulag siswi tersebut mengalami pemaksaan untuk menggunakan jilbab. Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya, mengatakan bahwa sesuai aturan, sekolah yang diselenggarakan pemerintah tak boleh melakukan pemaksaan. Dijelaskan bahwa sekolah harus mencerminkan kebinekaan. "Jadi memang tidak boleh kemudian satu siswa diwajibkan memakai jilbab itu tidak, artinya memakai jilbab itu atas kesadaran," kata dia. 

Yuliani selaku pembimbing siswi tersebut yang juga bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan saat dipanggil itu, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK (detiknews 29/7/22). Usai dipakaikan hijab itu siswi tersebut kemudian minta izin ke toilet. Di situ dia kemudian menangis selama satu jam. Akibat kejadian itu siswi berusia 16 tahun itu mengalami depresi. Bahkan menurut penuturan Yuliani si anak masih mengurung diri hingga saat ini. 

Laporan terkait dugaan pemaksaan hijab di sekolah tersebut telah sampai ke Ombudsman RI perwakilan DIY. Kepala ORI DIY Budhi Masturi akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Dia menilai pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan.

Laporan terkait dugaan pemaksaan hijab di sekolah ini pun tentu menjadi perhatian khusus bahkan sempat membuat heboh masyarakat. Pemaksaan dan perundungan tentu menjadi hal yang dilarang, bahkan dalam peraturan Islam sekalipun tidak dibenarkan untuk melakukan hal tersebut. Namun dalam kasus ini, perundungan karena dugaan pemaksaan terhadap siswi tersebut rasanya perlu untuk ditelaah lebih mendalam. 

Pasalnya dalam syari’at Islam, menggunakan hijab merupakan kewajiban. Dalilnya jelas dalam QS. Al Ahzab ayat 59 yang artinya “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” 

Dalil lainnya pun terdapat dalam QS. An Nur ayat 31 yang memerintahkan para muslimah untuk menutupkan kain kudung ke dadanya. Sehingga terjadinya kasus ini seharusnya menjadi pendorong umat Muslim untuk menyadari jika generasi penerus mereka merasa terancam dan menganggap aturan syari’at Islam sebagai suatu paksaan. 

Kondisi tentu menjadi hal yang berbahaya, sebab jika generasi penerus Islam merasa terancam dengan agamanya sendiri, mereka bisa saja meninggalkan ajaran agama Islam. Munculnya perasaan tersebut terjadi bukan tanpa alasan, sebab terlihat jelas bahwa sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadi dominasi dasar munculnya permasalahan ini. 

Penerapan sekulerisme di lingkungan sekolah inilah yang memicu terkikisnya pribadi generasi muslim yang berpedoman pada kehidupan beragama.

Sistem pendidikan saat ini adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang gagal membentuk generasi Muslim sebagai sosok yang sesuai dengan visi dan misi penciptaannya di dunia ini. Sehingga munculnya kasus dugaan perundungan di sekolah tersebut menjadi salah satu indikator kelemahan dari sistem pendidikan yang ada. 

Realita yang terjadi ini tentu harus menjadi dorongan bagi kaum Muslim untuk menyadari  risiko dan ancaman nyata pemberlakuan sistem sekuler. Generasi muslim merasa dipaksa dan terancam hak nya saat sekolah melatih menggunakan busana Muslimah. 

Padahal fungsi pendidikan adalah melatih melakukan kebaikan dan bagi muslim/ah kebaikan adalah ketaatan pada syariat. Pangkal paradigma pendidikan yang salah menjadi hal pertama yang perlu diperbaiki. Secara paradigmatik, pendidikan seharusnya dikembalikan pada Islam yang berasas akidah Islam. 

Paradigma pendidikan Islam yang berasakan akidah Islam inipun harus berlangsung secara berkesinambungan dari tingkat pendidikan paling awal hingga tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga dengan penerapan paradigma Islam tersebut, generasi Muslim tidak akan merasa tarancam atau merasa mengalami perundungan ketika diarahkan untuk melaksanakan syari’at Islam. Justru generasi Muslim akan memiliki pemahaman yang baik bahkan sejak dini mengenai pelaksanaan kewajiban dan larangan dalam Islam. 

Maka sudah saatnya pendidikan saat ini memperbaiki paradigma pendidikannya dan menjauhkan generasi penerus bangsa dari sistem sekuler yang gagal membentuk generasi yang berkualitas. Wallahu’alam.

Penulis: Syalika Rusma

Komunitas Rindu Surga

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel