Indonesia Bebas Korupsi saat ini Hanya Mimpi

Ilustrasi foto detikcom

Belum tuntas kasus yang menimpa para istri pejabat yang doyan memamerkan harta kekayaannya di media sosial, kini perhatian publik teralihkan dengan berita ada beberapa pejabat pemerintahan yang tertangkap tangan oleh badan lembaga pemberantasan korupsi (KPK). Kasus yang menimpa beberapa pejabat pemerintahan ini karena tertangkap tangan sedang melakukan transaksi suap-menyuap. Apa penyebab yang melatar belakangi ini semua, sehingga para pejabat nekat melakukan tindakan yang melanggar hukum?

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad dan Saut Situmorang, eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana, dan sejumlah individu melaporkan Ketua KPK saat ini, Firli Bahuri, ke Dewan Pengawas (Dewas) atas dugaan pelanggaran etika dan pidana.

Usai pertemuan mereka dengan jajaran Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Saut mengatakan bahwa pihak Dewas mengaku tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran pidana yang menyangkut Firli Bahuri.

Oleh karena itu, pihaknya berencana akan melanjutkan pengaduan mereka ke tingkat penegak hukum. Harapannya, dugaan pelanggaran pidana tersebut dapat segera diselidiki.

Pada kesempatan yang sama, Abraham Samad ikut menekankan bahwa dugaan pembocoran dokumen itu berupa hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja Tahun Anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Ia menambahkan jika ternyata dugaan pelanggaran pidana pembocoran dokumen itu dapat dibuktikan, maka sanksi yang dijatuhkan akan berat. Maka, jalur hukum menjadi opsi bagi mereka dalam meneruskan laporan. (bbc.com)

Belum lagi kasus korupsi berikut ini, Dalam waktu delapan hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali. Puluhan orang ditangkap. Ketiga OTT itu meringkus Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

Problem korupsi memang masih menjadi PR besar di Indonesia, baik korupsi dalam kelembagaan, maupun korupsi politik yang terkait dengan kekuasaan. Bukan saja melibatkan satu dua lembaga, tetapi sudah mewabah di semua lembaga.

Terbukti, sudah banyak pejabat, mulai dari wakil rakyat, kementerian dan lembaga, pemimpin dan pejabat daerah, pejabat BUMN, bahkan aparat hukum dan pejabat perguruan tinggi yang terjerat kasus korupsi. Yang masih aman dan malang melintang jumlahnya tidak terhitung.

Fakta ini memang sejalan dengan hasil penilaian Transparency International mengenai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Pada 2022, poinnya hanya 34, melorot 4 poin dari tahun sebelumnya. Padahal rata-rata IPK global sendiri ada di angka 43.

Dengan demikian, Indonesia sah termasuk negara yang korup. Dalam skala global, Indonesia ada di peringkat ke 110 dari 180 negara yang dinilai. Sedangkan di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia masuk sebagai negara terkorup ke-5 setelah Myanmar, Laos, Kamboja, dan Filipina.

Sulitnya mengeliminasi kasus korupsi dipengaruhi banyak faktor. Selain soal personalitas atau integritas para pejabat, faktor budaya yang diwariskan turun temurun bahkan sejak zaman penjajah, serta lemahnya birokrasi dan sistem hukum, juga turut berperan dalam melembagakan perilaku koruptif.

Terlebih, teknologi terus berkembang sehingga modus korupsi pun makin beragam. Tindak pencucian uang yang lumrah mengikuti tindak korupsi tidak lagi hanya menyangkut pembelian harta bergerak dan tidak bergerak, tetapi sudah masuk dalam kegiatan transaksi elektronik yang menyulitkan untuk dilacak.

Berbeda halnya ketika kehidupan diatur oleh sistem Islam. Sistem ini tegak di atas landasan akidah yang terwujud dalam seluruh amal perbuatan. Halal haram benar-benar menjadi patokan sehingga celah keburukan tertutup rapat karena kukuhnya keimanan menjadi pengawasan melekat, baik pada individu pegawai dan pejabat, maupun seluruh rakyat.

Selain itu, masyarakat yang menegakkan sistem Islam sangat kental dengan budaya amar makruf nahi mungkar. Bahkan budaya ini menjadi pilar kedua untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum syarak. Jika pun ada penyelewengan, dipastikan tidak akan menjadi fenomena.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel